Ary Media - Sahabat muslim, kita, dengan islam itu kalau boleh penulis umpamakan, seperti halnya kulit dengan spirtus. Kita sebagai kulit dan islam spirtusnya.
Pasalnya, jika tak ada luka atau borok sama sekali dikulit kita, terus terkena/tersiram cairan spirtus, tentunya akan terasa adem-adem saja, sejuk dan malah semriwing. Bahkan anak-anak kecil saja malah senang bermain spirtus. "semriwing, Om. Adem...!" kata mereka.
Tapi sebaliknya, bila kebetulan kulit kita sedang ada luka, ada borok, biarpun hanya kecil/sedikit saja, lalu tersiram oleh air spirtus, waduh! Sialan! Perih, panas dan sakit bukan main.
Begitu juga halnya kita dengan islam, kalau kita sholatnya tekun, rajin puasa sunah maupun wajib, sering membaca AlQur'an dan mengerjakan amalan-amalan ibadah wajib juga yang sunnah lainnya, maka hati kita akan terasa sejuk dan adem-adem saja ketika menerima nasihat-nasihat baik meskipun nasihat itu datang dari orang yang tidak baik. Kita akan mudah menerima kebaikan dan kebenaran.
Tapi, kalau diri kita ada salah dan punya borok dengan keislaman kita, diajak sholat malah pilih maksiyat, diajak ngaji pilih main judi, diajak beramal malah ngomel, diajak kepengajian malah pergi ke ndangdutan obral uang saweran pada biduan, ini nih yang ibarat kulit borokan terkena spirtus, tentunya kita akan merasa panas, sakit hati, tersinggung, merasa dihinakan, marah, bahkan malah balik menasihati orang yang mencoba mengingatkan dan menasihati kita agar segera sadar dan kembali ke jalan yang benar. Dan itu adalah tanda dari penyakit hati batu, sulit menerima kebaikan juga kebenaran.
"halah..., udah deh.., loe jangan sok nasihati gue, lempengin dan benerin aje diri loe...!" kira-kira begitulah yang akan terjadi.
Padahal, dan memang ini yang seharusnya bisa menyadarkan kita, bahwasanya sekali kita telah berikrar dan mengucap "Asyhadu an laa ilaaha illallaahu wa asyhadu anna muhammadur rosululloh" yang itu artinya kita telah memeluk Islam, dan karena Islam itu agama yang mengatur, maka kita harus mau diatur.
Tags:
Islami