Ary Media - Bagi saya Facebook itu media sosial yang sangat menjengkelkan. Facebook tidak adil, tidak demokratis. Seenaknya saja mereka, orang-orang yang bekerja di Facebook memblokir akun saya. Selama masa pemblokiran, saya tidak bisa memuat sesuatu di linimasa. Tidak bisa menulis, kirim foto, atau video. Bahkan, sekadar berkomentar pun tak bisa. Sungguh menjengkelkan.
Lebih menjengkelkan lagi, itu tidak terjadi hanya sekali. Pernah dalam setahun saya kena hukuman 3 kali, masing-masing selama sebulan. Artinya 1/4 dari waktu setahun itu saya lewatkan sebagai terhukum. Menjengkelkan, bukan?
Apa salah saya? Saya merasa tidak salah. Yang salah adalah pembaca tulisan saya, dan reviewer Facebook. Tulisan-tulisan yang membuat saya kena sanksi adalah tulisan sarkasme. Saya misalnya, menyebut kafir dengan nada kasar, untuk menyindir orang-orang yang suka memaki dengan kata itu.
Masalahnya, tidak semua orang sanggup menangkap pesan yang disampaikan dengan gaya bahasa sarkasme. Yang bisa ditangkap oleh mereka adalah hanya yang tersurat, bukan yang tersirat. Maka mereka melaporkannya sebagai pelanggaran Standar Komunitas Facebook. Lalu pihak Facebook mengambil tindakan.
Pernah saya protes kepada orang yang bekerja di Facebook, melalui kawan saya yang mengenalnya. "Ini kan cuma sarkasme," protes saya. Maaf, kata dia, kami tidak bisa membedakan mana yang sarkasme atau bukan. Ya, bukan salah mereka juga. Sarkasme umumnya hanya bisa dideteksi kalau kita kenal betul dengan penyampai pesan.
Sarkasme adalah bentuk komunikasi high context, di mana makna pesan sangat tergantung pada konteks hubungan antara penyampai dan penerima pesan. Dalam hal komunikasi di Facebook, kecil kemungkinan itu bisa terjadi.
Yang saya lakukan adalah mengalah. Meski jengkel karena merasa kebebasan berekspresi saya dibatasi, saya patuh. Saya tidak lagi menulis kata-kata kasar dengan maksud sarkastis. Hasilnya, akun saya tidak lagi diblokir.
Di luar sana ada orang-orang yang juga jengkel setengah mati pada Facebook. Mereka juga suka memaki dengan kata kafir. Tidak cuma makian terkait agama, tapi juga suku, ras, kelompok, dan sebagainya. Bedanya dengan saya, mereka tidak sedang berkomunikasi dengan gaya sarkasme. Mereka memaki karena mereka memang ingin memaki.
Bagi orang-orang ini, memaki adalah menyampaikan kebenaran. Itu dakwah, itu ibadah bagi mereka. Mereka sedang berbuat baik, menyampaikan kebaikan. Mereka sedang membangun dan mempertahankan NKRI, agar tidak dikuasai oleh kafir, asing, dan aseng, beserta antek-anteknya. Sama seperti saya, Facebook memperlakukan mereka dengan tidak adil. Facebook memblokir akun-akun mereka.
Perjuangan kelompok ini terlalu rumit untuk dipahami oleh orang-orang Facebook yang kafir, asing, dan aseng. Bukan cuma tidak paham, Facebook memang hendak memusuhi mereka. Karena itu tidak mungkin Facebook membela mereka. Facebook memusuhi mereka.
Tak heran bila orang-orang ini protes. Mereka protes pada kezaliman musuh mereka. Mereka protes pada Facebook yang mereka benci. Facebook yang ingin mereka boikot. Sungguh, Facebook itu musuh yang zalim!
Sungguh menjengkelkan! Facebook itu berlaku sewenang-wenang, melebihi aparat hukum. Aparat penegak hukum saja tidak menindak mereka. Aparat lebih sering diam melihat tindakan mereka. Mungkin karena aparat maklum, bahwa mereka sedang menyampaikan kebenaran. Menindak orang yang sedang menyampaikan kebenaran adalah sebuah kesalahan. Maka, mereka memilih untuk membiarkan. Ini kok Facebook berani menindak dan menghukum mereka.
Bahkan Tuhan pun tidak begitu caranya. Kalau kita berbuat dosa, Tuhan biasanya tidak langsung menghukum. Tuhan masih menunggu sampai hari pembalasan kelak. Sementara itu, kita masih bisa meneruskan perbuatan kita tadi. Ini kok Facebook langsung ambil tindakan menghukum dan membungkam. Tanpa ampun.
Padahal kami ini benar. Padahal kami ini tidak salah. Padahal kami ini berjuang untuk kebaikan dan kebenaran. Kami berjuang agar kalian tidak sesat. Termasuk orang-orang di Facebook itu. Agar mereka bisa benar seperti kami. Agar hidup mereka tenang dan damai seperti kami. Agar mereka kelak masuk surga bersama kami. Kenapa kami tidak boleh melakukannya? Kenapa? Begitulah protes dan keluhan mereka.
Saya memilih untuk memahami cara kerja Facebook. Saya patuh, dan saya berhenti protes. Orang-orang ini tentu tidak mungkin patuh pada Facebook yang kafir, asing, dan aseng itu. Saya yakin mereka akan membuat perhitungan. Saya akan senang kalau mereka nanti melakukannya. Dendam saya akan ikut terbalaskan. Saya yakin mereka akan mengerahkan cyber army, untuk beramai-ramai melaporkan akun Mark Zuckerberg, sampai akun itu tumbang. Itu akan jadi pembalasan dendam yang setara.
Hasanudin Abdurakhman cendekiawan, penulis dan kini menjadi seorang profesional di perusahaan Jepang di Indonesia
Sumber: dari sini
Tags:
Sosmed