Ary Media, Jakarta - Jika ada yang beranggapan bahwa Islam itu adalah agama yang alergi terhadap sains dan teknologi, itu keliru. Justru Islam yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah agama yang terbuka dengan kemajuan dan ilmu pengetahuan.
Dalam perspektif hadis Nabi, setiap muslim diwajibkan (fardlu 'Ain) menuntut ilmu pengetahuan untuk menegakkan urusan-urusan agamanya. Bahkan dalam Al-Qur'an, Allah Ta'ala berfirman: "Wa qul Robbi zidni 'ilman (dan katakanlah, 'wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu." (QS Thaha: 114)
Saat ini dunia digemparkan dengan merebaknya wabah virus Corona (CoV) yang mematikan. Kabar terkini menyebutkan korban meninggal dunia mencapai 106 orang dan 4.000 orang terinfeksi virus mirip SARS ini. Virus ini disebut-sebut berasal dari kelelawar dan pertama kali mewabah di Wuhan, China. Hingga kini belum ada ada obat atau vaksin yang dapat mencegah atau mengobati wabah penyakit itu.
Ada satu hal yang tidak diketahui banyak orang terkait fenomena virus ini. Ternyata, orang yang pertama kali menemukan virus Corona (CoV) ini adalah seorang ilmuwan muslim. Dia adalah seorang profesor dokter berkebangsaan Mesir bernama Ali Mohamed Zaki, PhD (virologist) dari Rumah Sakit Dr Soliman Fakeeh di Jeddah, Arab Saudi.
Menurut Dokter M Saifudin Hakim, seorang dosen Fakultas Kedokteran UGM yang dilansir dari situs kesehatan muslim (https://kesehatanmuslim.com), Dokter Ali Mohamed Zaki berhasil mempublikasikan virus temuannya di salah satu jurnal terkemuka, yaitu The New England Journal of Medicine (NEJM) pada Oktober 2012, bersama dengan beberapa ilmuwan (virologist) dari Belanda.
Ketika itu, beliau melaporkan seorang pasien laki-laki berusia 60 tahun dengan gejala demam, batuk, dan kesulitan bernafas. Pemeriksaan selanjutnya menunjukkan adanya proses infeksi di paru-paru. Pasien itu akhirnya meninggal dunia meskipun telah mendapatkan perawatan intensif. Sayangnya, pemeriksaan di RS Soliman Fakeeh di Jeddah tidak dapat mengungkap agen penyebab infeksi pasien itu.
Oleh karena itu, sampel yang berasal dari pasien itu kemudian dikirim ke Departemen (laboratorium) Viroscience, Erasmus Medical Center (EMC), Rotterdam, Belanda, salah satu laboratorium virologi terkemuka di dunia. Di laboratorium inilah akhirnya diketahui bahwa penyebab infeksi pasien itu adalah virus varian baru dari jenis coronavirus. Karena virus itu diisolasi pertama kali di EMC, virus itu kemudian diberi nama HCoV EMC (Human CoronaVirus Erasmus Medical Center).
Analisis menunjukkan bahwa virus HCoV EMC tersebut sangat dekat kekerabatannya dengan coronavirus yang ditemukan di kelelawar (bat coronavirus, yaitu BatCoV-HKU5 dan BatCoV-HKU4). Meskipun demikian, pada saat itu belum diketahui bagaimana cara atau mekanisme penularannya ke manusia.
Kini, setiap ilmuwan di seluruh dunia yang membicarakan dan mempublikasikan kasus atau riset berkaitan dengan virus MERS-CoV pasti merujuk pada artikel NEJM yang ditulis oleh Profesor Dokter Ali Mohamed Zaki tersebut.
Adapun anggapan yang menilai Islam tidak peka terhadap ilmu pengetahuan telah terjawab dengan adanya fakta ini. Semoga Allah Ta'ala memberi jalan keluar atas musibah virus corona ini. Wallahu A'lam Bisshowab.
Dalam perspektif hadis Nabi, setiap muslim diwajibkan (fardlu 'Ain) menuntut ilmu pengetahuan untuk menegakkan urusan-urusan agamanya. Bahkan dalam Al-Qur'an, Allah Ta'ala berfirman: "Wa qul Robbi zidni 'ilman (dan katakanlah, 'wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu." (QS Thaha: 114)
Saat ini dunia digemparkan dengan merebaknya wabah virus Corona (CoV) yang mematikan. Kabar terkini menyebutkan korban meninggal dunia mencapai 106 orang dan 4.000 orang terinfeksi virus mirip SARS ini. Virus ini disebut-sebut berasal dari kelelawar dan pertama kali mewabah di Wuhan, China. Hingga kini belum ada ada obat atau vaksin yang dapat mencegah atau mengobati wabah penyakit itu.
Ada satu hal yang tidak diketahui banyak orang terkait fenomena virus ini. Ternyata, orang yang pertama kali menemukan virus Corona (CoV) ini adalah seorang ilmuwan muslim. Dia adalah seorang profesor dokter berkebangsaan Mesir bernama Ali Mohamed Zaki, PhD (virologist) dari Rumah Sakit Dr Soliman Fakeeh di Jeddah, Arab Saudi.
Menurut Dokter M Saifudin Hakim, seorang dosen Fakultas Kedokteran UGM yang dilansir dari situs kesehatan muslim (https://kesehatanmuslim.com), Dokter Ali Mohamed Zaki berhasil mempublikasikan virus temuannya di salah satu jurnal terkemuka, yaitu The New England Journal of Medicine (NEJM) pada Oktober 2012, bersama dengan beberapa ilmuwan (virologist) dari Belanda.
Ketika itu, beliau melaporkan seorang pasien laki-laki berusia 60 tahun dengan gejala demam, batuk, dan kesulitan bernafas. Pemeriksaan selanjutnya menunjukkan adanya proses infeksi di paru-paru. Pasien itu akhirnya meninggal dunia meskipun telah mendapatkan perawatan intensif. Sayangnya, pemeriksaan di RS Soliman Fakeeh di Jeddah tidak dapat mengungkap agen penyebab infeksi pasien itu.
Oleh karena itu, sampel yang berasal dari pasien itu kemudian dikirim ke Departemen (laboratorium) Viroscience, Erasmus Medical Center (EMC), Rotterdam, Belanda, salah satu laboratorium virologi terkemuka di dunia. Di laboratorium inilah akhirnya diketahui bahwa penyebab infeksi pasien itu adalah virus varian baru dari jenis coronavirus. Karena virus itu diisolasi pertama kali di EMC, virus itu kemudian diberi nama HCoV EMC (Human CoronaVirus Erasmus Medical Center).
Analisis menunjukkan bahwa virus HCoV EMC tersebut sangat dekat kekerabatannya dengan coronavirus yang ditemukan di kelelawar (bat coronavirus, yaitu BatCoV-HKU5 dan BatCoV-HKU4). Meskipun demikian, pada saat itu belum diketahui bagaimana cara atau mekanisme penularannya ke manusia.
Kini, setiap ilmuwan di seluruh dunia yang membicarakan dan mempublikasikan kasus atau riset berkaitan dengan virus MERS-CoV pasti merujuk pada artikel NEJM yang ditulis oleh Profesor Dokter Ali Mohamed Zaki tersebut.
Adapun anggapan yang menilai Islam tidak peka terhadap ilmu pengetahuan telah terjawab dengan adanya fakta ini. Semoga Allah Ta'ala memberi jalan keluar atas musibah virus corona ini. Wallahu A'lam Bisshowab.