Saat Donald Trump mengangkat tangan kanannya, mengucap sumpah sebagai presiden ke-45 Amerika Serikat, Gary Belis sedang mengarungi angkasa. Ia terbang menuju sebuah lokasi yang jauhnya 14.484 kilometer dari tanah airnya.
Tujuan akhirnya adalah Selandia Baru. Pria New York itu pergi menggunakan tiket sekali jalan.
"Saya ingin pergi sejauh mungkin dari Donald Trump," kata Belis, seperti dikutip dari New Zealand Herald, Sabtu (21/1/2017).
Pria 64 tahun tersebut merancang kepergiannya dengan cermat. Ia berangkat pada 19 Januari 2017 waktu AS, sehari sebelum pelantikan presiden.
Belis mendarat di Selandia Baru pada 21 Januari 2017 waktu setempat. "Secara harfiah, aku ingin menghapus tanggal 20 Januari 2017 dari dalam hidupku," kata dia pada The Daily Beast. "Aku tak ingin berada di sini (AS) semenit pun dari masa kepresidenannya."
Belis punya persoalan pengalaman buruk dengan Presiden AS yang baru itu.
Gary Belis memutuskan pergi ke Selandia Baru dengan tiket sekali jalan. Ia tak sudi dipimpin Donald Trump (Facebook)
Pada 30 tahun lalu, ia membuat ulasan buku Trump, The Art of the Deal untuk majalah Fortune, tempatnya bekerja sebagai publicist.
Trump menanggapi ulasan itu dengan surat bernada marah, yang menuding "kebodohan" dan "prasangka" Belis. Ia bahkan meminta sang penulis ulasan dipecat.
"Surat itu terpajang di tembokku selama 30 tahun. Bagiku, itu adalah sebuah kehormatan," kata Belis.
Belis tak sendirian. Pencarian Google di Amerika Serikat soal "pindah ke Selandia Baru" melonjak drastis pada 8 November 2016 malam, saat Donald Trump dinyatakan sebagai pemenang dalam Pilpres AS.
Sejumlah warga AS anti-Trump juga mencari properti di sejumlah negara, termasuk Selandia Baru menjelang dan setelah pemilu.
Situs properti terbesar di Selandia Baru, realestate.co.nz, mencatat terjadi 141 persen kenaikan pencarian warga AS di Negeri Kiwi pascapilpres.
Sebelumnya, sejumlah selebritas bersumpah untuk meninggalkan Amerika ketika Trump menang, termasuk Amy Schumer, Whoopi Goldberg, dan Samuel L. Jackson.
Sumber: dari sini