(Islam) Hukum Menghujat, Menghina Pemimpin atau Pemerintah

(Islam) Hukum Menghujat, Menghina Pemimpin atau Pemerintah
Ilustrasi, pemimpin dengan bawahannya.

Banyak pihak-pihak yang kalah dalam pilpres yang telah berlangsung beberapa waktu lalu melakukan serangan-serangan dan kritikan-kritikan tajam terhadap pemimpin negerinya sendiri, setiap ada kekurangan atau kesalahan sedikitpun dari pemimpin tak segan-segan mereka mengkritik, menghujat dan mencelanya. Namun anehnya mereka tidak berani langsung berhadapan dalam melakukan itu semua, mereka hanya berani melalui media-media sosial.

Bukan hanya ditujukan pada presiden, semua pemerintah dibawah presiden pun seperti gubernur, bupati, walikota dan lain-lain, sekarang juga banyak menuai kritikan melalui dunia maya

Nah, sebenarnya bagaimana hukum dari perilaku-perilaku tersebut menurut Islam? Berikut penjelasan mengenai hukum menghujat pemimpin yang sah menurut Ulama Ahlusunnah waljamaah dan Ulama Wahabiyah.

1. Menurut Golongan Ahlusunnah Waljamaah

1) Rakyat ke Pemimpinnya

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani menjelaskan;

القعدية هم الذين يزينون الخروج على الأئمة ولا يباشرون ذلك

“Qo’adiyyah adalah orang-orang yang memperindah pemberontakan kepada pemerintah sekalipun mereka tidak memberontak secara langsung.”

Kemudian dalam sebuah ayat Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَكَذلِكَ نُوَلِّيْ بَعْضَ الظَّالِمِيْنَ بَعْضًا بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

“Demikianlah kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi pemimpin bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan”. (QS. al-An’am : 129).

Dalam menafsirkan ayat di atas, al-Imam Fakhruddin al-Razi berkata:

اَلْمَسْأَلَةُ الثَّانِيَةُ: اْلآيَةُ تَدُلُّ عَلىَ أَنَّ الرَّعِيَّةَ مَتَى كَانُوْا ظَالِمِيْنَ، فَاللهُ تَعَالَى يُسَلِّطُ عَلَيْهِمْ ظَالِماً مِثْلَهُمْ، فَإِنْ أَرَادُوْا أَنْ يَتَخَلَّصُوْا مِنْ ذَلِكَ اْلأَمِيْرِ الظَّالِمِ فَلْيَتْرُكُوْا الظُّلْمَ. وَعَنْ مَالِكِ بْنِ دِيْنَارٍ: جَاءَ فِيْ بَعْضِ كُتُبِ اللهِ تَعَالَى: أَنَا اللهُ مَالِكُ الْمُلُوْكِ، قُلُوْبُ الْمُلُوْكِ وَنَوَاصِيْهَا بِيَدِيْ، فَمَنْ أَطَاعَنِيْ جَعَلْتُهُمْ عَلَيْهِ رَحْمَةً، وَمَنْ عَصَانِيْ جَعَلْتُهُمْ عَلَيْهِ نِقْمَةً، لاَ تَشْغَلُوْا أَنْفُسَكُمْ بِسَبِّ الْمُلُوْكِ، لَكِنْ تُوْبُوْا إِلَيَّ أُعَطِّفُهُمْ عَلَيْكُمْ

“Masalah kedua, ayat di atas menunjukkan bahwa apabila rakyat melakukan kezaliman, maka Allah akan mengangkat seorang yang zalim seperti mereka sebagai penguasa. Sehingga apabila mereka ingin melepaskan diri dari pemimpin yang zalim tersebut, hendaknya mereka meninggalkan perbuatan zalim. Diriwayatkan dari Malik bin Dinar: “Dalam sebagian kitab-kitab Allah subhanahu wa ta’ala, Allah berfirman: “Akulah Allah, Penguasa raja-raja di dunia. Hati dan ubun-ubun mereka berada dalam kekuasaan-Ku. Barangsiapa yang taat kepada-Ku, aku jadikan raja-raja itu sebagai rahmat baginya. Dan barangsiapa yang durhaka kepada-Ku, aku jadikan raja-raja itu sebagai azab atas mereka. Janganlah kalian menyibukkan diri dengan memaki-maki para penguasa karena kezaliman mereka. Akan tetapi, bertaubatlah kalian kepada-Ku, maka akan Aku jadikan mereka mengasihi kalian.” (Al-Imam Fakhruddin al-Razi, al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, juz 13, [Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyah, 2000], hlm. 159. Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Ibnu Abil-‘Izz al-Hanafi dalam Syarh al-‘Aqidah al-Thahawiyyah.

2) Tidak Menghina Pemimpin

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَهَانَ السُّلْطَانَ أَهَانَهُ اللهُ. رواه الترمذي وقال: حديث حسن

“Barangsiapa yang menghina seorang penguasa, maka Alloh akan menghinakannya.” (HR al-Tirmidzi [2224], dan berkata: “Hadits hasan”).

Hadits tersebut memberikan pesan:

  • Larangan menghina atau menghujat seorang pemimpin.
  • Maksud pemimpin dalam hadits tersebut, adalah setiap orang yang memiliki kekuasaan dan tanggungjawab terhadap kaum Muslimin seperti khalifah, presiden, amir, gubernur, bupati dan seterusnya.
  • Alloh akan menghinakan orang yang menghina pemimpin di dunia, karena telah berusaha menghina seseorang yang diberi kemuliaan oleh Alloh.
  • Alloh akan menghina orang yang menghina seorang pemimpin di akhirat kelak karena telah durhaka kepada Allah. (Al-Imam Ibnu ‘Illan al-Shiddiqi, Dalil al-Falihin li-Thuruq Riyadh al-Shalihin, 3/124).

Kemudian jika memang ditengarai pemimpin itu menyeleweng, tetap tidak diperbolehkan untuk membangkangnya, sebagaimana keterangan dari Syaikh Abdul Qadir Audah dalam kitab al-Tasyri’ al-Jina’ berikut;

ومع ان العدالة شرط من شروط الامامة الا ان الرأي الراجح في المذاهب الاربعة ومذهب الشيعة الزيدية هو تحريم الخروج على الامام الفاسق الفاجر ولو كان الخروج للامر بالمعروف والنهي عن المنكر لان الخروج على الامام يؤدي عادة الى ماهو انكر مما فيه وبهذا يمتنع النهي عن المنكر لان مشروطه لايؤدي الانكار الى ماهو انكر من ذلك الى الفتن وسفك الدماء وبث الفساد واضطراب البلاد واضلال العباد وتوهين الامن وهدم النظام

"Memang sikap adil merupakan salah satu syarat-syarat menjadi Imam / pemimpin, hanya saja pendapat yang rajih (unggul) dalam kalangan madzhab empat dan madzhab Syi’ah Zaidiyyah mengharamkan bertindak khuruj (bughat) terhadap Imam yang fasik lagi curang walaupun bughat itu dengan dalih amar ma’ruf nahi mungkar. Karena bughat kepada Imam biasanya akan mendatangkan suatu keadaan yang lebih mungkar daripada keadaan sekarang. Dan sebab alasan inilah, maka tidak diperbolehkan mencegah kemungkaran, karena persyaratan mencegah kemungkaran harus tidak mendatangkan fitnah, pembunuhan, meluasnya kerusakan, kekacauan negara, tersesatnya rakyat, lemah keamanan dan rusaknya stabilitas nasional (Negara)."

تعتبر القوانين والقرارات واللوائح مملكة التشريع الإسلام لأن الشريعة تعطي لأولي الأمر حق التشريع فيما يمس مصلحة الأفراد ومصلحة الجماعة بالنفع فللسلطة التشريعية في أي بلد الإسلامي إن تعاقب علىأي فعل مباح إذا اقتضت المصلحة العامة ذلك --- إلى أن قال --- القوانين والقرارات واللوائح التي تصدها السلطة التشريعية تكون نافذة واجبة الطاعة شرعا بشرط أن لا يكون فيها يخالف نصوص الشريعة الصريحة أو يخرج على مبادئها العامة وروح التشريع فيها وإلا فهي باطلة بطلانا مطلقا. اهـ.

“Undang-undang keputusan dan program pemerintah dianggap sebagai program penyempurna syari’at Islam karena syari’at memberikan hak kepada pemerintah untuk membuat undang-undang yang menyentuh kemaslahatan dan memberikan manfaat kepada individu dan kelompok. Kekuasaan perundang-undang dalam negeri Islam manapun diperbolehkan untuk memberikan sanksi hukum terhadap perbuatan mubah (yang dilakukan masyarakat), ketika kemaslahatan umum menuntut demikian....... undang-undang keputusan dan program yang dikeluarkan kekuasaan perundangan merupakan hal berlaku dan wajib ditaati secara syar’I dengan syarat tidak bertentanggan dengan nash-nash yang jelas, prinsip-prinsip umum dan subtansi syari’at, apabila bertentangan dengan hal-hal yang disebutkan terakhir, maka undang-undang keputusan dan program pemerintah tersebut batal.”

2. Menurut Golongan Wahabiyah

Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan:

[ ] السؤال:
رجل نصحته عن الطعن في ولاة الأمور، فهجرني بسب ذلك، ولما ألتقيته في مكان سلمت عليه فلم يرد السلام،
وبعدها هجرته، فهل آثم في ذلك؟

<i>"Pertanyaan :
Ada seorang yang saya menasehatinya dari mencela wulatul umur (pemerintah), namun dia memboikotku dengan sebab itu dan ketika saya bertemu dengannya di suatu tempat maka saya mengucapkan salam kepadanya namun dia tidak membalas salamku.
Dan setelah itu sayapun memboikot dia, maka apakah saya berdosa karena yang demikian itu?"</i>

الجواب:
هذا من الخوارج، الذي يحرض على ولاة الأمور هذا من الخوارج ـ والعياذ بالله -،
فلا يجوز له هذا الشيء، ولاة الأمور لهم حق، هل تعيشون بلا ولاة أمور؟ يا سبحان الله، هذا يمكن يبيت بداره وبيته ويمشي في الأسواق بدون وجود ولاة الأمور هو بالضرورة لولاة الأمور، ما أحد يستغني عنهم، يدعى لهم، ويعانون، ويطاعون في غير معصية الله ولا يهانون بالكلام، ويحقرون عند الناس،
هذا فعل الخوارج الذين قاتلهم الصحابة، قاتلوهم لأنهم يفسدون في الأرض،
☑ فأنت على صواب في نصيحته، وعلى صواب في هجره إذا لم يقبل النصيحة ولا يكفي هذا،
بل لابد أن تحذر منه وتبين أمره هو وأتباعه حتى يؤخذ على أيديهم.

<i>"Jawaban:
Orang ini termasuk Khawarij yang mencela wulatul umur (pemerintah), orang ini termasuk Khawarij wal iyyadzu billah.
Maka tidak boleh yang seperti ini, wulatul umur (pemerintah) mereka itu memiliki hak, lalu apakah mereka (yang mencela) bisa hidup tanpa wulatul umur? Yaa Subhanallah, mungkinkah orang ini dapat tidur ditempatnya dan tinggal dirumahnya serta bisa berjalan ke pasar-pasar dengan tanpa adanya wulatul umur (pemerintah), tentu saja dia akan membutuhkan wulatul umur (pemerintah), tidak ada seorangpun yang tidak butuh kepada mereka, perlu kepada mereka, mereka itu semestinya dibantu dan ditaati dalam perkara yang tidak bermaksiat kepada Allah Subhanahu Wata’ala, bukan dihinakan dengan kata-kata serta direndahkan dihadapan manusia.
Ini Adalah termasuk perbuatan Khawarij yang mereka dahulu diperangi oleh para sahabat, para sahabat memerangi mereka karena mereka berbuat kerusakan di muka bumi.
Maka Anda diatas kebenaran dalam hal menasehatinya dan diatas kebenaran pula dalam hal meboikotnya apabila dia tidak mau menerima nasehat dan tidak pula mau berhenti,
Bahkan semestinya Anda memperingatkan (manusia) darinya dan menjelaskan duduk perkaranya, tentang dia dan para pengikutnya sampai terbebas dari tangan-tangan mereka."</i>

Setelah memahami semua dalil-dalil yang telah disebutkan diatas, sebaiknya kita hentikan kritikan dan hujatan kepada pemerintah, bagaimanapun juga majunya suatu kepemerintahan itu tak bisa lepas dari dukungan rakyatnya.

Wallahu a'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama