BENYAMIN SUEB, MUKA KAMPUNG REZEKI KOTA
"Saya orangnya belum kebal, suka kagak tahan godaan. Nanti kalau ada yang dateng bawa duit lima karung, gimana?"
Ary Share 4'U - Hari itu, Minggu, 27 Agustus 1995, Benyamin Sueb memang sudah berjanji akan ikut main sepakbola di kompleks perumahannya di Cinere, Depok. Sepakbola memang sudah membuatnya tergila-gila sejak masih bocah di kampung Kemayoran.
Padahal umur Ben tak lagi muda dan dia punya kegiatan bejibun. Baru sepuluh menit bermain sepakbola di lapangan Karang Tengah, Ben sudah kehabisan “bensin”. Tiba-tiba dia roboh di tengah lapangan. Ada yang menyangka Ben hanya bercanda. Tapi, sekian lama tak bangun, ternyata kali ini benar-benar serius. Anak-anaknya segera melarikan Ben ke Rumah Sakit Puri Cinere.
“Babe memang suka main bola dan kali ini dia ikut untuk memeriahkan 17 Agustusan,” kata putranya, Biem Benyamin, dikutip tabloid Citra kala itu. Sebenarnya Ben pernah mendapat peringatan dari dokter setelah dia sempat jatuh pingsan saat bermain sepakbola bersama pelawak beberapa tahun sebelumnya. Menurut dokter, ada masalah pada jantungnya. Tapi, kata Biem, ayahnya tak pernah kembali ke dokter untuk mengecek kesehatannya. Pada serangan pertama, seniman Betawi itu bisa berkelit dari maut, tapi tidak pada kedua kalinya.
Lantaran kondisinya tak kunjung membaik, Benyamin dipindahkan ke Rumah Sakit Jantung Harapan Kita di Jakarta Barat. Kenalan dan teman-temannya terus berdatangan membesuk Ben. Kiriman bunga datang tak habis-habisnya. Bahkan ada satu kiriman spesial dari Presiden Soeharto berisi pesan untuk Ben semoga lekas sembuh dan sehat kembali.
“Kagak mau. Gua ogah main politik. Gue kagak bisa boong."Benyamin Sueb
Benyamin S. bersama Harmoko
Foto: repro dok. pribadi
Foto: repro dok. pribadi
Putra Kemayoran itu berpulang pada 5 September, 22 tahun lalu, dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Sesuai dengan wasiatnya, Ben minta dikubur di samping makam Bing Slamet, seniman yang dianggapnya sebagai sahabat sekaligus gurunya.
Empat menteri mengantarnya ke liang lahat: Menteri Penerangan Harmoko, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Azwar Anas, Menteri Tenaga Kerja Abdul Latief, serta Menteri Pemuda dan Olahraga Hayono Isman. Ribuan orang menyemut di sepanjang perjalanan jenazah Ben ke Karet Bivak.
“Dia seniman yang sangat merakyat, yang pantas mendapatkan penghormatan besar di akhir hidupnya,” kata Harmoko. Sampai akhir hidupnya, menurut Menteri Hayono, Ben masih berusaha menyenangkan orang lain. “Mana ada bintang yang saat meninggalnya masih memberikan hiburan kepada penggemarnya?”
Benyamin lahir dari pasangan “gado-gado” Jawa-Betawi. Ayahnya, Sukirman, berasal dari Purworejo, Jawa Tengah. Ibunya, Siti Aisyah, adalah putri tokoh Betawi yang kondang di daerah Kemayoran, Jakarta, yakni Rofiun alias Haji Ung, atau lebih kondang disapa Jiung. Sebelum tenar sebagai penyanyi dan bintang film, Ben pernah bekerja sebagai kondektur bus Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) dan staf bagian musik Kodam V Jakarta Raya. Kisah hidup seniman legendaris itu akan dipentaskan oleh Teater Abnon Jakarta dalam konser teatrikal “BABE, Muka Kampung Rejeki Kota” pada 15-16 September ini.
Bagi Harmoko dan sebagian menteri di kabinet Presiden Soeharto, Ben memang bukan orang yang baru mereka kenal satu-dua pekan lalu. “Saya sudah kenal lama, sejak kami masih sama-sama di Senen,” kata Harmoko seperti dikutip Suara Pembaruan saat itu. Pada masa mudanya, Harmoko, sutradara Wim Umboh, sastrawan Sobron Aidit, sutradara Arifin C. Noer, penyair S.M. Ardan, Benyamin, sampai artis cantik Mieke Wijaya sering berkumpul di kawasan Senen.
Tak cuma kumpul di Senen, belakangan Benyamin dan sejumlah artis juga direkrut Golkar sebagai juru kampanye. Bersama Pance F. Pondaag, Melky Goeslaw, Titiek Puspa, dan Ari Wibowo, Ben pernah membuat album musik untuk kampanye Golkar, Golkar-mu, Golkar-ku. Di album itu, Ben menyanyikan lagu Coblos Nomer Dua.
* * *
Mengerahkan artis untuk menggaruk suara adalah resep lama dalam kampanye politik di mana pun, tak terkecuali di Indonesia. Pada Pemilihan Umum 1971, misalnya, Tim Kesenian Safari Golkar diperkuat oleh 324 artis dan pendukungnya, terdiri atas 60 penyanyi dan 13 band pengiring. Penyanyi kondang kala itu yang bergabung dengan Golkar di antaranya Lilies Suryani, Titiek Puspa, Taty Saleh, dan Elly Kasim.
Untuk mengangkut dan mengirim para artis ke seluruh penjuru Tanah Air selama musim kampanye, Golkar mengerahkan 14 pesawat milik Bouraq dan Seulawah. Dengan kekuatan artis sedahsyat itu, tak aneh jika Golkar mampu mengeruk 62,8 persen suara, unggul jauh dari sembilan partai lawannya.
Sebagai seniman kondang pada saat itu, Benyamin tentu saja tak luput dari incaran partai. Partai Persatuan Pembangunan salah satu yang mengaku terus terang berniat merekrut Benyamin untuk diajak manggung berkeliling daerah pada Pemilihan Umum 1977. Tapi PPP kalah sigap, dan tentu saja kalah duit, dari Golkar. Sejak saat itu, Ben makin dekat dengan orang-orang Golkar dan lingkaran kekuasaan.
Hingga suatu hari pada akhir 1970-an, Benyamin dipanggil ke Cendana, rumah pribadi Presiden Soeharto. Ben mengajak Wiryanto menemani. Wiryanto, yang biasa dipanggil Kife oleh Ben, sudah lama kenal dengan Benyamin. Dia bekerja sebagai Manajer Pemasaran Adiasa Film, perusahaan milik Soewoto Soekendar, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara, yang memproduksi beberapa film yang dibintangi Benyamin.
“Saya yang nganter, yang nyopirin ke Cendana selepas magrib,” Wiryanto menuturkan kepada detikX beberapa hari lalu. Tak disangka tak dinyana, Presiden Soeharto menawarkan jabatan Menteri Penerangan kepada Benyamin. “Saya lihat Bang Ben cengar-cengir saja.”
Foto bareng dengan Menteri-Sekertaris Negara Moerdiono
Foto: dok. pribadi
Foto: dok. pribadi
Ya, siapa yang menyangka jika Ben yang suka ngebanyol dan gayanya sering dianggap kampungan itu ditawari jabatan menteri oleh Presiden Soeharto. “Saya kagak berani, Pak Presiden. Saya orangnya belum kebal, suka kagak tahan godaan. Nanti kalau ada yang dateng bawa duit lima karung, gimana? Masak saya tolak, he-he-he.... Ditolak mubazir, saya terima jadi korupsi, dong,” Wiryanto menirukan jawaban Benyamin kepada Presiden Soeharto.
Mendengar jawaban lugu Benyamin, kata Wiryanto, Presiden Soeharto hanya tersenyum. “Ya sudah kalau memang tidak bersedia,” kurang-lebih seperti itu respons Presiden. Melihat sahabatnya melewatkan begitu saja jabatan sepenting itu, Wiryanto yang ngomel. “Kenape ditolak? Kalau Bang Ben jadi menteri, biar saya yang jadi sekretaris jenderalnya. Saya akan urus semuanya,” kata Wiryanto. Dengan gaya khasnya, Benyamin kontan menyergah. “Kagak mau. Gua ogah main politik. Gue kagak bisa boong.”
Tawaran jadi Menteri Penerangan ini sepertinya tak diceritakan Benyamin kepada keluarganya. “Saya nggak pernah dengar…. Tapi, dengan Menteri Penerangan Harmoko, dia memang dekat,” kata Benny Pandawa, salah satu anak Ben. Tak hanya akrab dengan Harmoko, menurut Benny, ayahnya juga lumayan dekat dengan Keluarga Cendana. Bukan satu-dua kali saja Benyamin diundang ke Cendana dan Bina Graha, kantor Presiden Soeharto.
Seandainya Benyamin mau memanfaatkan kedekatannya dengan para petinggi negara itu, dia mungkin sudah lama berkantor di Senayan. Tapi ayahnya, kata Benny, memang kagak demen berpolitik meski berkali-kali ditawari jadi anggota DPR. “Akhirnya dia malah mereferensikan sahabatnya, Eddy Sud,” kata Benny. “Babe cinta banget sama dunia musik dan seni sampai nggak rela ninggalin.”
Sumber: dari sini