Ary Media, Pringsewu - Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi sosial keagamaan, kemasyarakatan dan keumatan di Indonesia yang didirikan oleh para ulama untuk mensyiarkan Islam Ahlussunnah wal Jamaah. NU berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam bermuamalah, NU berpegang kepada Al-Qur'an dan Hadits dengan dilandasi Ijma' dan Qiyas.
Demikian penjelasan Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Pringsewu, Lampung KH Hambali saat memberi sambutan pada Safari Ramadhan di Masjid Taqwa Kecamatan Sukoharjo, Jumat (1/6).
Menurut Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Pringsewu ini, Ahlussunnah wal Jamaah merupakan paham Islam yang diambil dari Rasulullah dan para sahabatnya. Aswaja dalam perjalanannya mampu menyatukan umat dengan pemahaman Islam yang moderat yang dimilikinya sehingga terhindar dari perpecahan.
Hal senada juga dijelaskan oleh Katib Syuriyah PCNU Pringsewu KH Munawir yang mengungkapkan saat ini banyak orang yang memiliki pemahaman Islam tidak moderat dan radikal serta getol bicara tentang Islam. Mereka gampang menuduh orang lain kafir dan tidak paham esensi dari agama Islam yaitu keselamatan.
"Banyak yang teriak-teriak atas nama Islam dan berlebih-lebihan, fanatis dalam beragama namun tidak dilandasi dengan pengetahuan serta pemahaman tentang Islam itu sendiri. Siapapun yang mengingatkannya akan dijadikan penghalang dan musuh yang pantas untuk di bully (caci). Makanya banyak orang yang baru kemarin belajar agama sudah berani mem-bully orang alim. Naudzubillah," katanya sambil mengelus dada.
Saat ini lanjutnya, apalagi di media sosial, siapapun bisa berbicara tentang Islam. Baik itu sosok yang kompeten maupun orang yang baru tahu tentang ilmu agama. Oleh karenanya masyarakat haruslah selektif dalam memahami pernyataan yang disampaikan.
"Tidak semua yang bicara Islam bisa diikuti. Agama saat ini disalahgunakan oleh beberapa kelompok untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Padahal mereka memiliki misi dan tujuan lain dengan menggunakan agama sebagai bungkusnya," ungkapnya.
Untuk memuluskan misi ini, mereka mempengaruhi pola pikir masyarakat bahwa siapapun yang tidak setuju dengan mereka akan dianggap melawan agama. Banyak yang melalukan bom bunuh diri atas nama agama. Banyak yang memiliki agenda politik dengan memanfaatkan agama.
Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Lampung ini juga merasa prihatin kepada kelompok yang memakai jargon kembali kepada Qur'an dan Hadits dengan menggunakan pemahaman tekstual. Ia mengatakan bahwa kedua sumber ini harus dipahami secara kontekstual serta harus dipelajari dengan melibatkan banyak aspek keilmuan.
"Kembali kepada Qur'an dan Hadits harus dipahami sebagai kembali kepada ajaran yang sesuai dengan Nabi Muhammad. Tidak cukup memahaminya hanya dari satu sisi keilmuan. Harus benar-benar dipelajari dengan belajar kepada ulama yang memang memiliki kompetensi,” tegasnya.